Fakir adalah istilah yang sangat tidak
diingini didunia ini. Didefinisikan sebagai orang yang minim (tidak)
mempunyai harta sehingga dalah konteks Zakat, dia menjadi golongan
penerima bersama yang miskin dan 6 kategori lainnya.
Kefakiran
harta sering diidentikkan dengan kehinaan. Karakter rendah diri, merasa
tak berdaya, hingga menghinakan diri sendiri, sering menjangkiti mereka
yang dilanda kefakiran. Akumulasi karakter itu akan mengempaskan pada
jurang keputusasaan. Kegairahan untuk bangkit dan berjuang pun hilang.
Langkah nyata menghindarkan diri dari keterpurukan pun tak akan kembali
muncul.
Kegairahan hidup harus terpelihara, walau di tengah
kefakiran. Kefakiran mesti menjadi daya pengungkit bagi tercapainya
kehidupan yang lebih baik. Perasaan hina karena kefakiran harus
ditumbangkan, karena sangat tidak beralasan.Islam pun tidak mengenal
perspektif demikian. Karena kehinaan bukan milik si fakir, tapi mereka
yang tidak beriman dan tak menaati Allah SWT.
أَلَمْ يَعْلَمُوا أَنَّهُ مَنْ يُحَادِدِ
اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَأَنَّ لَهُ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِدًا فِيهَا ذَلِكَ
الْخِزْيُ الْعَظِيمُ
''Tidakkah mereka (orang-orang munafik itu) mengetahui bahwasanya
barang siapa menentang Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya neraka
Jahanamlah baginya, dia kekal di dalamnya. Itu adalah kehinaan yang
besar.'' (QS.At-Taubah [9]: 63). Untuk menjaga kegairahan
hidup, Islam memandang bahwa mereka yang fakir sebagai makhluk yang
dicintai Allah SWT. Kefakiran bukanlah azab yang dilaknat, tapi ujian
yang dapat mendatangkan kebaikan.
Seperti sabda Rasulullah SAW, '
'Sesungguhnya
makhluk yang paling dicintai oleh Allah adalah orang-orang yang fakir,
karena makhluk yang paling dicintai Allah adalah para Nabi, maka Allah
menguji mereka dengan kefakiran.''Rasulullah SAW pun bermunajat agar
dimatikan bersama orang fakir. Seperti yang diriwayatkan dari Abu Said
al-Khudri, ''Ya Allah, matikanlah aku sebagai orang yang fakir dan
jangan matikan aku sebagai orang kaya. Kumpulkanlah aku nanti pada hari
kiamat dalam rombongan orang-orang miskin.'' Sabda
Rasulullah SAW itu bukan meninabobokan agar nyaman bersama kefakiran.
Lalu, lari dari hidup yang berkecukupan. Namun, untuk mengembalikan
harga diri dan kepercayaan diri, di tengah penghinaan dan pengucilan
manusia yang menilai kemuliaan dari keberlimpahan harta.
Janji
Allah SWT dan Rasulullah SAW yang selalu bersamanya, mencintainya, dan
membelanya, hendaknya menjadi pemulih optimisme dalam mengarungi
kefakiran.Ini juga menjadi modal untuk menggiatkan kemauan berusaha,
bekerja lebih keras, juga kreatif.
Seperti giatnya sahabat yang
fakir di masa Rasulullah SAW saat berkompetisi dengan sahabat yang
berharta dalam mengisi kehidupan, dengan karya-karya sesuai kemampuan
mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar